Urban diambilkan dari nama Warung Urban, warung milik Pak Oki (Dimas NP), tempat anak-anak FDSI ngumpul di Jakarta.
Awalnya adalah saat PSSI menghentikan paksa LPI dan melakukan play off
tanpa melibatkan sejumlah klub seperti Persebaya, Persibo, Arema
Indonesia, dan Persema. Kekecewaan muncul, karena tak ada perlawanan
dari klub-klub dan orang-orang yang selama ini memiliki peran signifikan
dalam gerakan Revolupssi.
FDSI pun seperti kehilangan arah
juga. Alih-alih membicarakan isu penghapusan empat klub, member mulai
lebih banyak bicara soal play off. Arah forum mulai ada kecenderungan
memperlihatkan dukungan bagi klub untuk melawan dengan play off, salah
satunya melalui Produta yang digadang-gadang klub profesional dan
reformis, yang didirikan oleh Sihar.
Saya dan sejumlah kawan
tak mau terlibat dengan wacana play off lebih dalam. Bagi kami, play off
itu zalim dan harus dilawan. Maka saya dan kawan-kawan mencoba melawan
semampunya dengan berunjuk rasa di depan kantor AFC di Kuala Lumpur. Isu
kami selamatkan empat klub: persebaya persibo, persema, dan arema.
Aksi itu justru memberikan informasi yang 'memperkuat' pengetahuan fans
sepak bola Indonesia sejak lama. Salah satu orang AFC mengusir kami
sembari mengatakan kami suruhan Produta dan klub-klub IPL.
Suruhan pro duta dan klub IPL? Mengapa bukan suruhan persebaya, atau
suruhan arema? padahal kami berunjuk rasa tidak membawa nama produta.
Dari sisi nama, persebaya dan arema juga bukan klub kemarin sore. AFC
pasti tahu nama dua klub ini. Tapi mengapa Produta?
Dari sini
kami semakin yakin betapa pentingnya peran sihar di mata musuh-musuh
revolupssi. Sudah bukan rahasia lagi jika dia 'bahan bakar' revolupssi
selama ini. Posisinya mirip salah satu orang kaya gibol lain di negeri
ini: punya klub sepak bola, punya duit untuk membiayai sepak bola. Dia
menceburkan diri dalam kolam sepakbola, tak hanya mengamati.
Saya pun geram, jika memang demikian diperhitungkannya kekuatan sihar,
mengapa dia tidak mencoba melawan hingga akhir. Tak ada yang bisa
menerka akhir perlawanan ini, karena PSSI sendiri pun sebenarnya sudah
ngebet mau mematikan LPI. Jika saja dengan pengaruhnya yang tenar sampai
AFC itu Sihar melakukan konsolidasi dengan klub-klub IPL, perlawanan
akan jalan terus. LPI harus tetap jalan, jika ada klub yang tidak
sanggup, dia silakan menyeberang.
Masalah operator? Operator
hanya orang-orang suruhan, mereka hanya pion. Semua tergantung yang
punya duit. Tak masuk akal jika orang punya duit kalah dengan orang yang
dibiayai. Tak masuk akal Boss kalah dengan anak buah.
Semula
kami mengira, Sihar tidak cukup punya dana. Namun ternyata ia punya duit
untuk membiayai Produt keliling luar negeri, memamerkan betapa klubnya
mapan bahkan mungkin paling mapan di semua klub d indonesia. Ironis,
sementara itu ada empat klub yang dihabisi PSSI.
Dari sini kami
menilai, di sinilah kekalahan revolupssi dengan rezim lama. Dalam
revolupssi, sekutu dan aliansi diabaikan. Di rezim lama, semua dirangkul
dipelihara untuk terus melawan, hingga tujuan tercapai. Tidak ada kawan
yang ditinggalkan. Padahal, kalau mau ngomong, kondisi klub2 IPL dan
ISL sama-sama payah.
FDSI sebagai kelompok diskusi suporter
terbesar dan banyak gagasan hebat lahir di sini, ternyata memiliki arah
kecenderungan forum yang tak memiliki rasa empati terhadap empat klub.
thread terkait nasib persebaya dan juga ada thread persibo lebih sepi
daripada thread soal produta. Andaipun ramai, thread itu lebih banyak
didukung bonek atau suporter persibo sendiri. Tidak ada pengkritisan
atau ide-ide gerakan sekecil apapun untuk melawan ketidakzaliman ini.
Maka, saya pun bikin thread: siapa sih pro duta? Asu!...
Ternyata luar biasa reaksinya. Para pembela pro duta bermunculan.
Melakukan perlawanan dan pembelaan. sejumlah thread tentang pro duta
semakin banyak. Bahkan muncul wacan-wacana yang menjadikan pro duta
adalah pahlawan yang tengah melakukan perlawanan dari dalam. wacana tak
masuk akal dan bullshit. Jika dulu saja saat menguasai sistem tak bisa
melawan, bagaimana bisa satu klub melawan sistem yang sudah dikuasai
rezim lama?
Apakah Pro duta punya mental mau ambil risiko
seperti persebaya yang menjadi klub pertama yang pindah ke LPI, yang
disusul persibo, psm, dan persema? Terutama Persebaya dan Persibo,
suporter mendukung 100 persen perlawanan itu, dan terbukti stadion
selalu padat jika dua klub itu main di kandang saat LPI.
Bonek
dan Persebaya jika mau tetap berada dalam zona nyaman, tentu tak akan
menyeberang ke LPI. Buat apa kami menyeberang? Saya yakin persebaya di
Divisi Utama hanya semusim, dan musim berikutnya sudah di ISL. Tak
sulit. Apalagi PSSI membutuhkan persebaya. Jika tidak membutuhkan
persebaya, ngapain pssi susah-susah bikin kloningan.
Bagaimana dengan pro duta? Melawan paksaan play off saja tak bisa, apa bisa diharapkan melawan dari dalam?
Kehebohan soal produta rupanya mengusik beberapa tokoh di FDSI. Saya
diundang untuk berdiskusi di warung urban. ada beberapa orang hadir,
sayang tak banyak yang bicara, kecuali Helmi atmaja dan beberapa teman
lain.
Muncul pertanyaan di sana terkait kondisi saat ini: APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?
Bukan itu pertanyaannya seharusnya. Saya sudah melakukan yang saya
bisa, dengan berdemo di malaysia sebisa mungkin. Teman-teman Bonek juga
sudah berbuat sebisanya di surabaya. Pertanyaannya: APA YANG KALIAN
LAKUKAN?
Saya menangkap pertanyaan ini cukup menyentak
kawan-kawan di sana. Dengan melontarkan pertanyaan itu sebenarnya saya
ingin menegaskan: perang sebenarnya belum selesai. Tapi kita sendiri
yang menghentikan perang ini di tengah jalan dan menyerah. Kita mungkin
kalah, nantinya. Tapi itu bukan masalah, yang terpenting adalah KOMITMEN
PERJUANGAN. Selesaikan dulu perjuangan ini sampai selesai. Kalah dengan
kepala tegak bukan kalah dengan dipermalukan. Play off adaah cara
mempermalukan kita, yang ironisnya kita larut di dalamnya.
Kawan-kawan pun tergerak. Mereka sepakat menghubungi Sihar dan
melontarkan semua pertanyaan mengenai perjuangan yang terputus di tengah
jalan. Di sinilah muncul apa yang saya sebut URBAN SPIRIT. Semangat
untuk kembali menguatkan komitmen perjuangan.
Saya memberikan
deadline sepihak 16 Desember 2013. Kenapa saya berikan deadline sepihak?
Karena saya tak ingin anak-anak FDSI meniru kebiasaan pro revolupssi
yang kasih PHP ke suporter. deadline itu bagus untuk mengusik zona
nyaman. Dengan deadline, kita tahu bahwa kita diawasi dan tak bisa
seenaknya kelak bilang: sedang diusahakan, sedang diusahakan. Kenapa
deadline tidak saya berikan saat pertemuan, karena saya ingin mencoba
bagaimana reaksi teman-teman jika deadline diberikan belakangan oleh
kawan seperjuangan mereka sendiri, bukan oleh lawan.
Namun
rupanya ada orang-orang yang salah paham dengan deadline. Tidak
menangkap substansi deadline dan menyerang saya. Bahkan ada salah satu
member FDSI yang melontarkan pernyataan yang seolah-olah saya dan
kawan-kawan mengemis untuk dipertemukan dengan Sihar atau minta bantuan
Sihar. SALAH BESAR! Kami tidak peduli apakah sihar akan membantu atau
tidak. Ada atau tanpa sihar, kami tetap melawan. Kami hanya
mempertanyakan KOMITMEN PERJUANGAN. Bukan hanya kepada Sihar, tapi juga
kepada anak-anak FDSI.
Namun kita bersyukur ada Helmi Atmaja.
Dia bekerja keras mewujudkan komitmen Urban spirit. Saya mendapat info
dari Bunda Novi betapa Helmi berupaya keras menjaga komitmen urban
spirit itu: mewujudkan janji untuk bertemu sihar.
Suasana
cooling down, tapi muncul kericuhan lagi saat Pro duta tak lolos
verifikasi. Seolah-olah kiamat, mengumpat-umpat PSSI tidak adil.
Seakan-akan lupa, bahwa ketidakadilan muncul sejak play off digelar dan 4
klub dibunuh. Itukah Unifikasi yang diharapkan selama ini?
Ternyata saya tidak sendiri. Banyak juga yang ternyata muak dengan
kondisi terabaikannya 4 klub itu, namun selama ini tak berani bersuara
keras dan kalah dengan wacana 'produta pahlawan yang melawan dari dalam
sistem'. Situasi forum chaos. Tapi justru situasi chaos membuat orang
kembali terjaga: ada yang belum selesai. Mereka yang pernah merasakan
berjuang di lapangan tentu bisa memahami kemarahan-kemarahan itu.
Namun bagi orang-orang yang tak sadar, mereka melihat situasi chaos
adalah bagian dari perpecahan, dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan
yang kadang menyalahkan saya dan kawan-kawan yang berteriak protes.
Dalam situasi chaos itu, teruji: BAGAIMANA KAWAN SEJATI SEHARUSNYA BERSIKAP.
Ingatlah: Revolusi sepakbola indonesia hanya bisa hadir saat kita
menyadari bahwa kita adalah satu bagian dengan yang lain. Don't ever
leave a fallen comrade.
Bagikan Untuk Kebaikan



