
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan 25 perusahaan melantai di bursa atau melakukan Initial Public Offering (IPO) tahun ini. Hal ini untuk mendorong pertumbuhan pasar modal Indonesia ke arah peningkatan kualitas emiten-emiten.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menilai, penambahan 25 emiten tahun ini dinilai cukup, dengan catatan emiten-emiten baru yang terdaftar di bursa tahun ini adalah emiten-emiten besar.
"Tahun ini kalau bisa tambah 25 emiten sudah bagus. Emiten ini sizenya yang penting yang gede itu bagus, ya kecil juga gak apa-apa," kata Muliaman di Jakarta, Rabu (9/4).
Untuk itu, OJK juga mendorong perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) untuk go public. Langkah lain yang dilakukan OJK adalah edukasi terhadap perusahaan-perusahaan calon emiten. "Antusiasmenya besar. Pemikiran masuk go public itu ribet harus dikurangi," imbuh Muliaman.
Selain itu, untuk emiten-emiten dengan saham 'tidur' OJK akan melakukan tindakan tegas. "Saham tidur jumlahnya tidak terlalu banyak. Investor yang investasi di saham tidur itu nanti bisa lihat atau pindah ke yang lain. Saham tidur itu jadi perhatian OJK, kita akan panggil satu-satu mereka yang tidur, kita akan minta tambah sahamnya (right issue) biar bergerak terus," tutup Muliaman.
Sebelumnya, OJK sudah menyusun aturan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) lebih longgar. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan mekanisme PUB ini meniru skema di penerbitan obligasi. Calon emiten diperbolehkan menerbitkan efek secara bertahap, tapi porsi dan durasinya ditentukan OJK.
Proses anyar ini akan memudahkan perusahaan yang belum pernah berurusan dengan otoritas pasar modal. "Mereka tidak perlu dua kali mengajukan izin. Jadi mensimplifikasi pernyataan pendaftaran saham. Kalau aturan keluar akhir tahun, berarti berlakunya tahun berikutnya," ujarnya di Jakarta.
Nurhaida mencontohkan, sebuah perusahaan berencana menerbitkan saham dengan kapitalisasi Rp 1 triliun. Tapi ternyata di rencana bisnis tahun berikutnya, mereka butuh belanja modal Rp 500 miliar dan idealnya dibiayai pasar modal. Maka penerbitan saham perusahaan itu dapat dilakukan dua kali, kendati izin yang diurus hanya satu.
OJK menyadari relaksasi sistem IPO ini bisa berisiko. Pertama, jika ternyata rencana bisnis tahun kedua tidak berjalan lancar karena pelbagai alasan. Risiko kedua, jika ternyata nilai saham di pasaran dari IPO awal tak sesuai harapan. Mekanisme sanksi atau pembiaran buat emiten yang bermasalah saat melakoni PUB tengah dipikirkan lembaga pengawas ini.
"Itu nanti bisa diatur, kalau ada kondisi khusus seperti itu kan nanti kita sesuaikan aturannya," kata Nurhaida.
Kebijakan ini sudah dikoordinasikan dengan Bank Indonesia yang baru saja melansir aturan free float. Bauran dua kebijakan tersebut diyakini Nurhaida bisa meningkatkan jumlah saham di pasar.
Kendati demikian, OJK mengaku belum tahu kapan pastinya aturan PUB saham ini dijalankan. "Sudah ada tim. Target kita selesai tahun ini," tandasnya.
Bagikan Untuk Kebaikan


